Xiao Qian, Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia, menerbitkan sebuah artikel di media Indonesia:"UU Anti-Sanksi Asing"Tiongkok untuk Melawan "Yurisdiksi Lengan Panjang" yang Tidak Rasional

2021-06-26 12:00

Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia, Xiao Qian hari Jumat(25/6)menerbitkan sebuah artikel yang berjudul“UU Anti-Sanksi Asing”Tiongkok untuk Melawan “Yurisdiksi Lengan Panjang” yang Tidak Rasional. Dubes Xiao Qian dalam artikel itu memperkenalkan konten utama dan latar belakang legislatif Undang-Undang Anti-Sanksi Asing Tiongkok. Isi utamanya adalah sebagai berikut:

Pada 10 Juni lalu, Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional Tiongkok mengesahkan UU Anti-Sanksi Asing. Pemberlakuan dan implementasi UU ini adalah demi memberikan perlindungan dan dukungan hukum yang kuat bagi Tiongkok dalam melawan tindakan diskriminatif negara lain. UU ini juga menjadi dasar hukum solid bagi Tiongkok untuk mempertahankan kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunan nasionalnya.

Menurut UU ini, Tiongkok dapat mengambil tindakan balasan yang relevan apabila suatu negara asing melanggar hukum internasional dan prinsip dasar hubungan internasional dengan menggunakan beragam dalih atau memanfaatkan hukum negaranya sendiri, untuk menekan Tiongkok, menerapkan pembatasan diskriminatif terhadap warga maupun organisasi Tiongkok, atau mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok. Tindakan terkait yang bisa diambil Tiongkok termasuk: penolakan visa, pencekalan, pembatalan visa, maupun deportasi. Tiongkok juga bisa menyegel, menyita, dan membekukan aset dari individu atau organisasi asing yang bersangkutan di dalam wilayah yurisdiksi Tiongkok. Tiongkok juga berhak melarang atau membatasi individu dan organisasi asing tersebut untuk bertransaksi atau bekerja sama dengan individu dan organisasi di dalam negeri Tiongkok.

Dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah negara Barat yang dilatarbelakangi motif politik anti-Tiongkok telah menggunakan kedok membela demokrasi dan HAM untuk merekayasa berbagai isu dan dalih terkait Xinjiang, Hong Kong, dan pandemi. Mereka secara serampangan telah menyebarkan rumor dan fitnah untuk mendiskreditkan Tiongkok. Mereka bahkan menyalahgunakan kekuatan institusi negara untuk menjatuhkan apa yang disebut sebagai “sanksi” terhadap badan negara Tiongkok, organisasi Tiongkok, dan aparat negara Tiongkok. Ini merupakan intervensi brutal terhadap urusan dalam negeri Tiongkok, sekaligus merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan prinsip dasar hubungan internasional.

Pemerintah Tiongkok menyatakan penolakan tegas terhadap tindakan irasional asing yang mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok dan merusak tatanan internasional ini. Pemerintah Tiongkok juga mengambil tindakan relevan untuk menghadapi individu maupun organisasi asing yang berperilaku jahat, tidak kredibel, dan tidak bermoral. Langkah ini sesuai dengan pepatah kuno Tiongkok, “perlakukan orang dengan cara yang sama dia memperlakukan dirimu”. Selain itu, langkah ini diambil Tiongkok juga adalah demi melindungi hak dan kepentingan sah warga negara maupun organisasi Tiongkok. Dari sisi hukum, ini merupakan langkah vital yang mutlak diperlukan Tiongkok untuk menanggulangi risiko eksternal.

UU Anti-Sanksi Asing merupakan senjata hukum bagi Tiongkok untuk menerapkan tindakan balasan yang legal terhadap “Yurisdiksi Lengan Panjang” (Long-arm Jurisdiction), yaitu sistem yang memungkinkan sebuah negara menggunakan yurisdiksi hukumnya sendiri terhadap seseorang atau perusahaan di negara lain. UU Anti-Sanksi Asing Tiongkok ini memiliki perbedaan mendasar dari praktik intimidasi yang diterapkan sejumlah negara Barat dalam hubungan internasional. UU ini tidak menarget pada suatu negara tertentu, maupun entitas pasar dan warga biasa yang beraktivitas tanpa melanggar hukum. UU ini hanya ditujukan pada segelintir entitas dan individu asing yang telah secara brutal mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok, menyebarkan rumor dan fitnah terhadap Tiongkok, atau menekan Tiongkok. Karena itu, penerapan UU ini tidak akan berdampak pada perusahaan asing yang menjalankan kerja sama ekonomi perdagangan yang normal di Tiongkok. Sebaliknya, UU ini akan menghadirkan kepastian hukum serta iklim bisnis yang stabil bagi perkembangan operasional mereka di Tiongkok.

Patut ditekankan, anggapan bahwa “UU Anti-Sanksi Asing bertentangan dengan komitmen Tiongkok untuk memperluas keterbukaan” adalah klaim yang sama sekali tidak berdasar. Keterbukaan Tiongkok terhadap dunia luar adalah kekuatan pendorong vital untuk membangun tatanan ekonomi dunia yang terbuka, namun hal ini juga membutuhkan kondisi lingkungan eksternal yang adil dan terbuka. Sanksi yang dijatuhkan secara tidak rasional oleh negara-negara Barat telah secara serius merusak keadilan internasional dan keterbukaan ekonomi dunia. Tindakan balasan Tiongkok melalui UU Anti-Sanksi Asing ini berperan untuk membela keadilan internasional, sekaligus membantu Tiongkok menciptakan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif untuk memperluas keterbukaan.

Pada era pasca-pandemi, pemulihan ekonomi dunia berada dalam keadaan yang semakin tidak stabil dan tidak seimbang. Negara-negara di dunia perlu bekerja sama untuk memerangi pandemi, mendorong pemulihan ekonomi, dan mengatasi berbagai kesulitan. Tiongkok akan memperkuat upaya untuk mendorong liberalisasi dan fasilitasi di bidang perdagangan dan investasi, memperbaiki iklim bisnis, serta melindungi hak dan kepentingan para investor asing di Tiongkok yang sah menurut hukum. “Gerbang keterbukaan Tiongkok hanya akan terbuka semakin lebar, dan semakin lebar lagi bagi dunia luar.” Kami menyambut semua mitra kami, termasuk Indonesia, untuk bekerja sama mengeksplorasi potensi pasar dan berbagi peluang demi kemajuan bersama. Tiongkok juga mengundang semua negara yang cinta damai dan cinta keadilan, untuk berjuang bersama melawan hegemonisme dan politik kekuasaan, demi membangun dunia yang lebih berkeadilan.