Xiao Qian, Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia, menerbitkan sebuah artikel di media arus utama Indonesia:"Potret Xinjiang"

2021-02-04 10:00

Pada tanggal 3 Febuari 2021, Bapak Xiao Qian, Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia, menerbitkan sebuah artikel berjudul "Potret Xinjiang" di surat kabar Republika dengan memperkenalkan pencapaian pembangunan ekonomi dan sosial Xinjiang dan membantah fitnah dari beberapa polisi Amerika dan Barat. Teks lengkap artikel ini adalah sebagai berkut:

Di Tiongkok sering orang mengatakan, "Apabila Anda belum pernah ke Xinjiang, Anda tidak akan bisa mengalami kebesaran dan keindahan Tiongkok". Keindahan dalam hal ini bukanlah hanya perihal pemandangan atau masyarakatnya saja, melainkan terlebih lagi adalah tentang pertumbuhan ekonomi, keharmonisan sosial, persatuan etnik, dan kebahagiaan rakyatnya.

Xinjiang pada saat ini sedang menikmati era kemakmuran dan perkembangan terbaik sepanjang sejarah. Pertama-tama tentang keberhasilan pembangunan ekonomi dan sosial, yang merupakan pencapaian tertinggi sepanjang sejarah Xinjiang.

PDB Xinjiang naik dari 919,59 miliar yuan (sekitar Rp 2.007 triliun) pada tahun 2014 menjadi 1.359,71 miliar yuan (Rp 2.968 triliun) pada tahun 2019, rata-rata bertumbuh 7,2 persen setiap tahunnya.

Semua kota di Xinjiang telah terhubung akses jalan tol, sedangkan semua desa administratif di Xinjiang juga telah memiliki jalan beraspal, bus, jaringan listrik, dan jaringan telekomunikasi pita lebar (broadband) serat optik.

Berikutnya tentang peningkatan signifikan dalam kualitas kehidupan rakyat, juga kenyataan bahwa masyarakat dari semua kelompok etnik di Xinjiang hidup dan beraktivitas dalam suasana yang damai dan tenteram.

Antara tahun 2014 hingga 2019, pendapatan pribadi yang siap dibelanjakan (disposable income) dari penduduk Xinjiang mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 9,1 persen per tahun, dan lebih dari 10 juta warga Xinjiang telah berpindah ke hunian baru.

Di samping itu, program wajib belajar sembilan tahun telah menjangkau seluruh masyarakat, tingkat partisipasi jaminan kesehatan telah mencapai 99,7 persen, dan pemeriksaan kesehatan gratis juga telah tersedia bagi segenap warga Xinjiang.

Pada tahun 2020, keseluruhan dari 3,065 juta warga Xinjiang yang semula hidup di bawah garis kemiskinan telah sepenuhnya terentaskan. Ini sebuah prestasi historis dalam program penanggulangan kemiskinan di Xinjiang.

Selain itu, kebebasan beragama bagi semua etnik di Xinjiang juga mendapatkan penghormatan dan perlindungan yang seutuhnya.

Umat islam bebas melaksanakan berbagai kegiatan keagamaan secara normal, termasuk pengajian, sembahyang, dakwah, puasa, dan peringatan hari besar, baik di masjid maupun di rumah, sesuai keinginan masing-masing.

Demi menjamin dakwah agama Islam yang tertib dan sehat, otoritas Xinjiang mendirikan Institut Agama Islam dan membentuk delapan cabang, juga telah menerbitkan Al Quran, Hadis Bukhari, serta kitab-kitab religius lainnya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Mandarin, Uighur, Kazakh, dan Kirgiz.

Namun, sejumlah politisi Amerika Serikat dan Barat telah mengabaikan fakta dan kebenaran ini. Sebaliknya, malah menciptakan berbagai rumor sensasional seperti "genosida", "kerja paksa", dan "kamp reedukasi".

Tujuannya adalah untuk mendiskreditkan Tiongkok, menyabotase persatuan nasional dan stabilitas sosial di Xinjiang, memprovokasi hubungan persahabatan antara Tiongkok dengan negara-negara Muslim termasuk Indonesia, serta menghambat kemajuan Tiongkok.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menghadirkan gambaran yang objektif dan tepat tentang Xinjiang berdasar data dan fakta. Penulis berharap ini bisa membuka mata teman-teman di Indonesia, agar tidak terperdaya oleh pernyataan sejumlah media dan politisi Barat.

Pertama, jumlah penduduk etnik minoritas di Xinjiang telah mengalami pertumbuhan pesat. Antara tahun 2010 hingga 2018, populasi Xinjiang bertumbuh dari 21.815.800 jiwa menjadi 24.867.600 jiwa.

Di antaranya, penduduk etnik minoritas bertambah sebesar 2.874.900 jiwa, atau naik 22,14 persen. Jumlah penduduk etnik Uighur bertambah 2.546.900 jiwa, naik 25,04 persen; sedangkan jumlah penduduk etnik Han bertambah 176.900 jiwa, atau naik 2,0 persen.

Dari data ini bisa dilihat bahwa pertumbuhan penduduk etnik minoritas masih lebih tinggi daripada pertumbuhan penduduk Xinjiang secara keseluruhan, dan jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduk etnik Han.

Kedua, para pekerja dari semua etnik di Xinjiang memilih pekerjaan secara sukarela. Xinjiang tegas menolak dan menindak aktivitas kerja paksa.

Xinjiang juga berkomitmen melindungi hak-hak dasar pekerja sesuai perundangan yang berlaku, termasuk kesetaraan kesempatan kerja, pengupahan, cuti, keselamatan kerja, dan jaminan sosial.

Semua tenaga kerja di Xinjiang tidak boleh mengalami diskriminasi karena perbedaan etnik, daerah, jenis kelamin, bahasa, maupun keyakinan agama.

Standar upah minimum bulanan di Xinjiang antara tahun 2013 hingga 2018 telah mengalami kenaikan sebesar 19,74 persen, dari 1.520 yuan (Rp 3,32 juta) menjadi 1.820 yuan (Rp 3,97 juta).

Ketiga, pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan merupakan praktik yang efektif untuk menanggulangi terorisme dan radikalisme.

Warga Xinjiang menghadapi ancaman terorisme dan ekstremisme religius yang semakin besar, sehingga pemerintah setempat serius mengimplementasikan "Rencana Aksi PBB untuk Mencegah Ekstremisme Berbasis Kekerasan" serta mengambil sejumlah langkah berdasar hukum yang berlaku.

Di antaranya adalah dengan mendirikan pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan, yang bertujuan memberantas pembibitan serta penyebaran terorisme dan ekstremisme religius.

Langkah ini pada dasarnya tidak berbeda dari program DDP (Desistance and Disengagement Programme) yang dibentuk pemerintah Inggris ataupun pusat de-radikalisasi yang dibangun Prancis.

Langkah ini juga sejalan dengan prinsip dan semangat yang tertuang dalam sejumlah resolusi anti-teror PBB, termasuk "Strategi Kontra-Terorisme Global PBB".

Muatan utama dalam pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan di Xinjiang adalah pembelajaran bahasa nasional, pengetahuan hukum, keterampilan profesional, dan penghapusan ekstremisme.

Program pelatihan ini, sepenuhnya menghormati dan melindungi hak kebebasan beragama dan adat tradisi para peserta didik dari semua etnik.

Pelaksanaan program ini juga berusaha semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan para peserta didik di bidang pembelajaran, kehidupan, hiburan, dan lain-lain.

Semua peserta didik telah merampungkan program pelatihan mereka pada Oktober 2019, juga telah mendapatkan pekerjaan yang mapan berkat bantuan pemerintah. Lebih dari empat tahun terakhir ini, tidak ada satu kasus pun aksi kekerasan terorisme yang terjadi di Xinjiang.

Ini sepenuhnya membuktikan efektivitas luar biasa dari program deradikalisasi dan langkah-langkah kontra-terorisme preventif yang diberlakukan di Xinjiang.

Dalam beberapa tahun terakhir, kami telah mengundang lebih dari seratus sahabat dari berbagai kalangan di Indonesia untuk mengunjungi Xinjiang.

Selepas kunjungan itu, mereka bersepakat menyatakan, perlindungan hak dan kepentingan masyarakat semua etnik di Xinjiang sepenuhnya terjamin, bukan sebagaimana yang digembar-gemborkan sejumlah media dan politisi Barat.

Orang bilang, melihat adalah percaya. Karena itu, penulis mengundang agar lebih banyak lagi teman-teman dari Indonesia berkunjung ke Xinjiang, demi menyaksikan dan mengenal realitas Xinjiang yang sesungguhnya.