Duta Besar Xiao Qian menulis sebuah artikel di media local Indonesia berjudul Tolak Politisasi Penyelidikan Asal-usul Virus Corona, demi Keberhasilan Dunia Tangani Pandemi

2021-08-16 12:00

Pada tanggal 13 Agustus, Duta Besar Xiao Qian menerbitkan sebuah artikel berjudul Tolak Politisasi Penyelidikan Asal-usul Virus Corona, demi Keberhasilan Dunia Tangani Pandemi di koran Republika, menjelaskan pendirian pihak Tiongkok mengenai penolakan politisasi penyelitikan asal-usul virus Corona dll. Isi utamanya sebagai berikut:

Sejak merebaknya pandemi Covid-19, Tiongkok senantiasa bekerja sama dengan berbagai negara dalam mengatasi kesulitan, dan telah menjalankan operasi kemanusiaan darurat yang terbesar sepanjang sejarah Tiongkok. Langkah ini adalah demi mendukung upaya pemulihan ekonomi global dan rekonstruksi pasca-pandemi, serta untuk berkontribusi bagi pembangunan komunitas kesehatan umat manusia.

Virus Covid-19 saat ini telah bermutasi luar biasa cepat. Di tengah kondisi genting ini, semua negara seharusnya bergandeng tangan untuk memenangkan pertempuran melawan pandemi sesegera mungkin. Negara-negara di dunia juga perlu memajukan kerja sama penelitian ilmiah untuk menelusuri asal-usul virus corona, agar dapat mencegah dan menanggapi risiko serupa secara lebih efektif di masa mendatang.

Tiongkok telah proaktif berkolaborasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam menyelidiki sumber virus Covid-19. Dalam hal ini, Tiongkok senantiasa mempertahankan sikap ilmiah, profesional, serius, dan bertanggung jawab. Pada Sidang Ke-73 Majelis Kesehatan Dunia yang berlangsung Mei 2020, Presiden Xi Jinping menegaskan komitmen Tiongkok untuk terus mendukung penelitian ilmiah global dalam menelusuri asal-usul dan rute penyebaran virus Covid-19.

Sejak tahun 2020, Tiongkok telah dua kali mengundang tim pakar WHO untuk meneliti sumber virus corona di Tiongkok. Awal tahun ini, para ahli dari sepuluh negara, termasuk AS, Inggris, Jepang, dan Australia, telah berkolaborasi dengan kolega mereka dari Tiongkok. Tim penelitian gabungan ini telah bekerja selama 28 hari di Tiongkok, dan telah mencapai hasil positif.

Pada 30 Maret, WHO merilis laporan resmi penelitian gabungan Tiongkok-WHO, yang menyimpulkan bahwa penularan virus SARS-CoV-2 ke manusia melalui laboratorium adalah "sangat tidak mungkin". Laporan itu juga menyatakan bahwa penyelidikan kemungkinan transmisi awal di negara lain "adalah penting", serta bahwa penularan virus ke manusia melalui inang perantara adalah "relatif mungkin" hingga "sangat mungkin".

Laporan tim gabungan ini juga mengajukan rekomendasi ilmiah untuk penyelidikan global tahap selanjutnya. Terkait hal ini, perlu diteruskan pencarian kemungkinan kasus awal dalam lingkup wilayah yang lebih luas. Juga perlu didalami lebih lanjut peranan "rantai dingin" dan makanan beku dalam proses penyebaran virus.

Penyusunan laporan tim gabungan ini telah mematuhi prosedur WHO dan mengadopsi metode ilmiah, sehingga berpengaruh dari sisi otoritas maupun keilmuan. Laporan ini telah diakui dan dihormati secara luas oleh masyarakat internasional, sehingga seharusnya menjadi dasar dan panduan bagi upaya penelusuran global terhadap sumber penularan virus.

Namun beberapa hari lalu, Sekretariat WHO secara sepihak mengajukan rencana penyelidikan tahap kedua, dengan salah satu prioritas penelitian adalah hipotesis bahwa "telah terjadi pelanggaran prosedur laboratorium oleh Tiongkok yang menyebabkan kebocoran virus".

Tiongkok menyatakan penolakan keras atas hal ini. Tiongkok percaya bahwa upaya penyelidikan sumber virus tahap kedua seharusnya mengikuti panduan resolusi Majelis Kesehatan Dunia yang relevan. Penyelidikan tahap kedua juga seharusnya melalui proses diskusi dan konsultasi penuh di antara negara-negara anggota, serta didasarkan pada hasil penyelidikan tahap pertama. Tiongkok menolak rencana untuk mengabaikan mekanisme dan metode kerja tim gabungan tahap pertama serta mengulang kembali semua penyelidikan dari awal.

Tiongkok berpendapat, penyelidikan sumber virus pada tahap pertama yang sudah dikerjakan tidak perlu diulang, terlebih apabila telah diambil kesimpulan yang jelas. Tahap kedua penyelidikan sumber virus seharusnya berfokus pada rute penyebaran dari inang hewan perantara. Selain itu, penyelidikan tahap kedua juga harus memperluas penelusuran kasus awal di banyak negara dan wilayah di berbagai penjuru dunia, berdasarkan konsultasi penuh dan ekstensif di antara negara anggota. Di samping itu, perlu dilanjutkan pula penelitian mengenai epidemiologi, lingkungan dan produk hewani, serta epidemiologi molekuler.

Beberapa waktu ini, segelintir negara secara terbuka telah mengabaikan hasil kerja sama para ilmuwan. Demi kepentingan mereka sendiri, mereka tidak ragu meninggalkan sains dan kebenaran, mengabaikan fakta dan realitas, memberi stigma terhadap wabah, melabeli virus, dan memolitisasi upaya penelusuran asal-usul virus. Segelintir negara itu juga telah mengadvokasi politisi dan badan intelijen mereka untuk melakukan investigasi, menggunakan segala daya upaya untuk memfitnah Tiongkok yang dituduh tidak transparan dan tidak kooperatif. Mereka bahkan merekayasa kebohongan seperti "teori kebocoran virus dari Institut Virologi Wuhan".

Semua tindakan ini telah sangat meracuni suasana kerja sama ilmiah internasional, sekaligus mengganggu dan menghancurkan kerja sama global untuk menelusuri sumber virus. Tindakan mereka itu juga telah menciptakan kesulitan dan hambatan besar bagi negara-negara dunia dalam memerangi pandemi dan menyelamatkan jiwa. Selain itu, tindakan demikian juga telah menimbulkan ketidakpuasan dan penolakan luas dari masyarakat internasional.

Baru-baru ini, sebanyak 70 negara telah menulis surat kepada Direktur-Jenderal WHO dan mengeluarkan pernyataan yang menekankan bahwa upaya global dalam menelusuri asal-usul virus merupakan tugas ilmiah yang tidak boleh dipolitisasi, serta bahwa hasil laporan penelitian gabungan Tiongkok-WHO harus dihormati. Para politisi, kalangan media, pakar, dan masyarakat umum di banyak negara telah menyatakan suara mereka dengan berbagai cara untuk mengutuk tindakan politisasi terhadap penyelidikan asal-usul virus. Ini sepenuhnya mencerminkan keadilan dan sikap publik internasional, sekaligus membuktikan bahwa mayoritas negara masih menjunjung tinggi keadilan, kebenaran, dan objektivitas.

Sikap Tiongkok yang terbuka dan transparan dalam proses penyelidikan sumber virus corona juga telah mendapat pengakuan penuh dari kalangan pakar internasional. Dominic Dwyer, ahli imunologi dan penyakit menular dari Australia yang menjadi anggota tim pakar gabungan WHO, dalam sebuah wawancara menyatakan bahwa proses penelusuran sumber virus sangatlah kompleks. Dwyer juga mengingatkan bahwa negara-negara perlu menghentikan pertikaian dan meningkatkan kerja sama untuk melanjutkan penyelidikan sumber virus, bukan hanya di Wuhan ataupun Tiongkok saja, tetapi juga di belahan lain dunia.

Sejak merebaknya pandemi, Tiongkok dan Indonesia telah saling membantu dan mendukung satu sama lain, serta menjadi yang terdepan di antara negara-negara kawasan dalam mendorong kerja sama penanganan pandemi dan pengadaan vaksin. Kedua negara juga telah bahu-membahu melawan "nasionalisme vaksin" dan "kesenjangan kekebalan".

Tiongkok siap bekerja sama dengan Indonesia maupun masyarakat internasional dalam menjamin agar proses penyelidikan asal-usul virus berlangsung secara ilmiah dan ketat; serta menolak politisasi penelusuran sumber virus dan penggunaan isu tersebut untuk menyalahkan pihak lain. Tiongkok juga siap bekerja sama dalam memperluas penyelidikan sumber virus di banyak negara dan wilayah di berbagai penjuru dunia, serta memperkuat kerja sama dan pertukaran penelitian ilmiah di bidang penelusuran sumber virus. Semua ini adalah kontribusi yang sepatutnya dilakukan demi mencapai kemenangan atas pandemi serta demi melindungi kesehatan dan kesejahteraan seluruh umat manusia.